Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia. Merupakan daerah tujuan wisata yang paling utama di Sumatera Utara, khususnya daerah Toba Samosir.
Menurut catatan sejarah, danau toba terbentuk dari sebuah letusan gunung
berapi purba yang meledak sekitar 75.000 tahun yang lalu, yang pada saat
terjadinya letusan disebutkan sebagai letusan gunung terbesar dan
terdahsyat yang pernah ada di bumi ini. Debu vulkanik dari letusan ini menutupi hampir separuh bumi. Letusan ini dikatakan telah merubah iklim dunia dan turut berperan sebagai
penyebab terjadinya jaman es.
Sebagai salah satu ikon pariwisata Indonesia, Danau Toba tentu saja
sudah dikenal hampir di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena Danau Toba memiliki panorama yang indah yang mampu memikat hati dan mengundang decak kagum para wisatawan yang mengunjunginya.
Untuk fotonya guys, saya promosiin foto sendiri aja. Diambil dengan menggunakan kamera handphone SE W830i pada tahun 2007 kemarin.
Sudah banyak wisatawan yang datang kemari baik domestik
maupun asing. Saat ini, tipe wisatawan yang banyak datang ke Danau Toba
adalah backpacker tourist. Selain itu, setiap tahun selalu ada kunjungan wisata dari Belanda. Selain itu, ada juga acara tahunan yang menjadi atraksi disekitar Danau Toba, yakni Pesta Danau Toba. Acara ini diadakan biasanya selama seminggu penuh.
Danau
Toba Lebih Indah Dibandingkan Danau Swiss
Sekjen Dewan Gereja Asia, DR Prawate
Khid-Arn (2010) mengatakan, Danau Toba di Sumatera Utara lebih menarik dan
indah dibandingkan dengan danau yang ada di Swiss.
Prawate
juga menambahkan bahwa Danau Toba tidak hanya dikenal sebagai objek wisata yang
menarik, melainkan juga salah satu dari beberapa 'keajaiban' dunia yang banyak
dikunjungi wisatawan.Seiring dengan itu, katanya, kawasan Danau Toba perlu
dipertahankan keindahannya, sehingga tidak tercemar oleh perbuatan manusia yang
tidak mendukung program pelestarian lingkungan.
Program
penghijauan yang diikuti Prawate tidak lain untuk melestarikan Danau Toba, dan
agar Sibaganding tidak longsor, sehingga kawasan objek wisata tersebut tetap
lestari dan terkenal sepanjang masa. Keindahan atau kelestarian Danau Toba
jelas tidak hanya dinikmati warga lokal, melainkan juga oleh para wisatawan,
serta para generasi muda dimasa mendatang.
Pelestarian
lingkungan hidup bukan hanya tanggungjawab suatu negara, melainkan juga segenap
masyarakat juga wisatawan.
Berharap
"Belanda Goreng" Kembali ke Tuktuk
Jika
ingin tahu betapa ramainya kunjungan turis asing ke Danau Toba sebelum tahun
1997, datanglah ke Tuktuk Siadong, sebuah tanjung kecil di Pulau Samosir, yang
menjadi desa wisata pinggir danau Tuktuk dulu mirip kampung bule. Sekarang,
meski tak seramai dulu, beberapa bule masih dapat dijumpai di sana.
Hanya
saja, sekarang bule- bule backpacker yang lebih sering datang ke Tuktuk.
Selain mereka, memang masih ada kelompok turis asing tradisional dari Eropa
yang hampir setiap tahun datang ke Danau Toba ketika di negerinya dilanda musim
dingin. Namun, jumlahnya tak seberapa.
Tuktuk
dapat dicapai dengan menggunakan perahu-perahu kayu bertingkat dua yang bisa
memuat sekitar 100 penumpang dari Parapat, Sumatera Utara. Perahu ini hanya
bisa mengangkut orang, sesekali digunakan mengangkut sepeda motor. Perahu akan
langsung merapat ke dermaga yang biasa dimiliki hotel-hotel besar di Tuktuk.
Bila
menyeberang dengan mobil, harus menggunakan kapal motor atau feri dari Ajibata,
sekitar 2 kilometer dari dermaga perahu kayu Parapat. Feri dari Ajibata tak
langsung ke Tuktuk, tetapi harus ke Tomok. Dari Tomok, perjalanan dilanjutkan
menuju Tuktuk. Jaraknya sekitar 5 kilometer.
Memasuki
Tuktuk, puluhan penginapan dan rumah makan berjejer di sisi jalan. Selain itu,
terdapat tempat penyewaan sepeda dan sepeda motor, serta kios buku, yang bisa
disewa atau ditukar dengan buku lain. Beberapa bar dan tempat bermain biliar
juga ada di Tuktuk. Tempat-tempat tersebut selalu menyediakan jasa internet.
Penginapan
besar atau hotel berbintang di Tuktuk biasanya terletak persis di pinggir
danau. Selain dermaga untuk perahu kayu, penginapan-penginapan itu juga punya
satu kawasan sendiri, tempat tamu bermain di pinggir danau. Tempat tersebut
biasa disebut pantai. Di lokasi pantai hotel itu turis dapat menikmati danau
dengan kano, jet ski, sepeda air, dan tentu saja mandi sepuasnya di Danau Toba.
Penginapan
lain berbentuk home stay dan biasanya terletak di pinggir danau. Home
stay lebih digemari backpacker dari seluruh penjuru dunia yang
datang ke Danau Toba. Selain murah, suasana rumahan membuat backpacker
betah tinggal di pinggir danau hingga dua bulan.
Bukalah
buku panduan backpacker, seperti Lonely Planet, edisi Indonesia. Di
halaman tentang Danau Toba, dengan mudah ditemukan panduan mengenai home
stay, fasilitas hingga tarifnya per malam. Lonely Planet atau buku panduan backpacker
lainnya disusun berdasarkan pengalaman dari mulut ke mulut backpacker
yang berkunjung ke satu tempat wisata. Alhasil, informasi, seperti banyaknya
kasus pencurian atau kriminal, bisa saja dengan mudah tertulis di situ.
Bulan
(2010) punya pengalaman dengan seorang backpacker yang kesulitan
membayar uang penginapan, tetapi berjanji akan membayarnya di kemudian hari.
Bulan pun tak keberatan. Si backpacker ternyata merasa berutang budi
kepada Bulan. Maka, di setiap tempat yang dia kunjungi, dia selalu
menginformasikan penginapan milik Bulan kepada backpacker lainnya.
Saking luar biasanya panorama
ini, Pangeran Bernard dari Belanda mengizinkan namanya dipakai ”menjual” Danau
Toba. ”Juallah nama saya untuk danau ini. Saya tak dapat melukiskan betapa
indahnya Danau Toba,” puji sang pangeran saat berkunjung ke Toba tahun 1996.
Kebudayaan
Batak
Suku Batak merupakan suku yang
berada di Sumatera Utara dan sudah terkenal ke berbagai penjuru negri. Suku
Batak masih terbagi lagi ke dalam beberapa bagian seperti Batak Toba, Batak
Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, dan masih banyak lagi. Merupakan suku
yang tinggal di dekat Danau Toba, sehingga memberikan warna lain bagi Danau
Toba selain keindahan alamnya.
Ada banyak yang menarik dalam
budaya batak, yakni Tari Tor-tor, alat musik tradisional Gondang, rumah adat
Rumah Bolon, dan masih banyak lagi berbagai kebudayaan yang dimiliki Suku
Batak. Kita juga bisa menemukan peninggalan jaman purba sarkofagus, yakni kumpulan kursi-kursi dan meja yang terbuat dari
Batu.
Leo (2010) mengatakan, salah satu yang sekarang
digagas, karena turis asing juga tak hanya menikmati keindahan Danau Toba saja,
adalah menampilkan seni budaya Batak, seperti tari dan teater. Singga sekarang
pemerintah sedang mencoba merevitalisasi seni budaya Batak agar bisa jadi salah
satu atraksi yang menarik bagi turis
asing.
No comments:
Post a Comment